Pengendalian Hama Dan Penyakit Tanaman
PERTUBUHAN tanaman sangat dipengaruhi oleh kesehatannya. Salah satu faktor yang mempengaruhi kesehatan tanaman adalah serangan hama dan penyakit, atau sering disebut sebagai organisme pengganggu tanaman (OPT). Organisme pengganggu tanaman ini dikelompokkan menjadi tiga golongan, yakni hama, penyakit, dan gulma. Hama adalah hewan perusak tanaman, baik berukuran kecil maupun besar, contohnya serangga, moluska, dan mamalia. Penyakit biasanya disebabkan oleh mikroorganisme, contohnya jamur, bakteri, dan virus. Sementara itu, gulma adalah tanaman yang keberadaannva tidak dikehendaki karena mengganggu tanaman utama melalui kompetisi kebutuhan unsur hara, air, dan cahaya matahari.
Hama dan penyakit tanaman sudah ada sejak tanaman masih berbentuk benih, awal pertumbuhan, hingga masa berbunga dan berbuah, bahkan saat penyimpanan. Seluruh bagian tanaman menjadi sasaran serangan hama dan penyakit, termasuk bagian yang berada di dalam tanah. Jika serangannya terjadi di atas permukaan tanah, diagnosis dan langkah pengendaliannya lebih mudah dilakukan. Namun, jika hama dan penyakit menyerang sistem perakaran di bawah permukaan tanah, diagnosis dan teknik pengendaliannya lebih sulit dan membutuhkan banyak biaya.
Untuk menentukan penyebab serangan hama dan penyakit, perlu dilakukan diagnosis terhadap gejala yang ditimbulkan. Hasil diagnosis sedapat mungkin dapat menunjukkan spesies yang menjadi penyebab kerusakan tanaman, sehingga usaha pengendalian yang dilakukan dapat tepat sasaran. Serangan hama biasanya ditandai dengan kerusakan fisik pada organ tanaman, seperti daun berlubang, daun terkoyak, atau ranting patah. Sementara itu, serangan akibat jamur biasanya ditandai dengan organ yang membusuk disertai munculnya kumpulan benang-benang halus berwarna putih, kuning, atau merah muda (hifa). Jika bagian tanaman yang membusuk tersebut kemudian mengeluarkan Iendir dan berbau sangat menyengat, kemungkinan besar tanaman tersebut terinfeksi bakteri.
Sebagian besar pengendalian hama dan penyakit tanaman menggunakan bahan pestisida. Penggunaan pestisida memang sangat populer di kalangan para pemilik tanaman, karena daya bunuhnya cukup kuat, serta aplikasi dan cara mendapatkannya mudah. Namun, penggunaannya sering tidak memperhatikan keselamatan lingkungan di sekitarnya, termasuk keselamatan manusia. Bagi para hobiis atau ibu rumah tangga yang memiliki tanaman buah kombinasi, penggunaan pestisida sebaiknya dilakukan secara hati-hati.
A. Pengendalian secara Terpadu
Saat ini konsep pengendalian hama dan penyakit tanaman yang aman bagi lingkungan dan makhluk hidup sudah banyak diterapkan. Konsep tersebut dikenal dengan istilah Pengendalian Hama Terpadu (PHT) atau Integrated Pest Management. Konsep ini merupakan koreksi terhadap penggunaan pestisida yang dahulu dijadikan satu-satunya andalan dalam pengendalian hama dan penyakit tanaman. Di dalam konsep ini, pestisida dalam batas-batas tertentu hanya digunakan sebagai alternatif terakhir. Konsep PHT merupakan kombinasi beberapa aspek yang harus dilaksanakan secara terpadu dan berkesinambungan, agar diperoleh hasil yang optimal.
Berdasarkan urutan prioritas penggunaan di lapangan, aspek-aspek yang termasuk dalam PHT sebagai berikut.
a. Pengendalian Alami atau Pengendalian Hayati.
Pengendalian alami dilakukan dengan cara menggunakan musuh alami, baik berupa parasit, predator, maupun patogen.
b. Pengendalian secara Kultur Teknis
Kegiatan kultur teknis yang dapat dilakukan antara lain sanitasi, pengolahan tanah, pemberaan (pengosongan) tanah, pengelolaan air secara tepat, pergiliran tanaman, penanaman secara serentak, pengaturan jarak tanam, atau penanaman tanaman perangkap.
c. Pengendalian Menggunakan Tanaman Inang Tahan Hama.
Pengendalian ini menggunakan tanaman yang tahan dan toleran terhadap serangan hama dan penyakit tertentu. Umumnya, tanaman tersebut berasal dari hasil pemuliaan atau tergolong tanaman unggul.
d. Pengendalian secara Fisik dan Mekanis
Pengendalian secara fisik menggunakan pemanasan, pembakaran, pendinginan, pembasahan, pengeringan, lampu perangkap, radiasi sinar infra merah, gelombang suara, atau menggunakan penghalang. Pengendalian secara mekanis dilakukan dengan cara pengambilan dengan tangan, gropyokan, memasang perangkap, atau pengusiran.
e. Pengendalian Menggunakan Pestisida Anorganik (Kimia)
Pengendalian ini dilakukan menggunakan bahan kimia yang bersifat racun, sehingga penggunaannya harus sangat hati-hati agar tidak mengganggu keseimbangan ekosistem di sekitarnya.
Di dalam konsep PHT, hama dan penyakit tanaman dikendalikan jika telah melampui batas ambang ekonomi serangan hama dan penyakit tertentu yang telah ditentukan sebelumnya. Artinya, jika jumlah atau tingkat serangan hama dan penyakit belum melampaui batas kerugian, pengendalian belum perlu dilakukan. Contohnya, pada penyakit tertentu ditetapkan ambang ekonominya sebesar 5%, sehingga jika serangan hama atau penyakit tersebut kurang dari 5%, pengendaliannya belum perlu dilakukan.B. Pengendalian secara Kimia
Pengendalian hama tanaman secara kimia dilakukan dengan insektisida, misalnya Agrimec 18 EC, Decis 2,5 EC, dan Furadan 3 G. Sementara itu, serangan penyakit akibat jamur dikendalikan dengan fungisida, misalnya Antracol 70WP, Dithane M45, dan Previcur N. Penyakit yang disebabkan oleh bakteri dapat dikendalikan dengan bakterisida, misalnya Agrept dan Starner. Penyakit yang disebabkan oleh virus tidak dapat dikendalikan dengan pestisida, tetapi harus dieradikasi, yakni memusnahkan bagian atau seluruh tanaman. Dalam kasus ini, pengendalian virus baru sebatas pada vektornva, yakni pembawa atau penyebar virus, misalnya semut atau aphid.
Penyemprotan pestisida tidak boleh dilakukan sembarangan, tetapi harus disesuaikan dengan kebutuhan. Residu atau racun kimia yang terbuang akan mencemari tanah, air, dan bagian tanaman lainnya, bahkan sering terakumulasi di dalam buah. Penyemprotan dilakukan dengan cara mencampur insektisida dan atau fungisida dengan air sesuai dengan dosis yang dianjurkan. Pencampuran insektisida dan fungisida dapat dilakukan untuk menghemat biaya dan waktu. Namun harus diperhatikan persyaratan dalam melakukan pencampuran, agar penyemprotan bisa sesuai dengan sasaran dan lebih efektif. Dianjurkan untuk tidak mencampur pestisida dengan pupuk daun karena reaksi kedua bahan kimia tersebut berlawanan.
Frekuensi penyemprotan tergantung dari ringan dan beratnya tingkat serangan, atau disesuaikan dengan batas ambang ekonomi. Namun, jika batas ambang ekonominya sulit dihitung, penyemprotan dapat dilakukan dengan melihat tingkat serangannya. Jika tingkat serangan sudah lebih dari 50%, penyemprotan sudah bisa dilakukan, kira-kira dua minggu sekali.
Biasanya, serangan hama akan meningkat saat peralihan musim kemarau ke musim hujan atau sebaliknya. Sementara itu, serangan penyakit akan meningkat pada musim hujan. Sebelum memasuki musim hujan disarankan untuk memangkas tanaman, terutama cabang atau daun negatif yang menyebabkan meningkatnya kelembapan udara di sekitar tanaman. Selain itu, penyiraman dan drainase juga harus dikelola secara baik agar tidak ada genangan air di sekitar tanaman.
Penyemprotan pestisida harus dirotasi, yakni tidak rnenggunakan satu jenis pestisida secara terus-menerus. Dianjurkan untuk menggunakan dua atau tiga jenis pestisida secara bergantian, dengan bahan aktif yang berbeda.